GANDARIA
Arsitek | : | Armudya Indra Permana, IAI |
Lokasi | : | Malang, Jawa Timur |
Luas Lahan | : | 410 m2 |
Luas Bangunan | : | 160 m2 |
Fotografer | : | Muhammad Chottob W. , IAI Rizky Akbar Sandy |
Rumah ini terletak menghadap tepat pertigaan jalan, atau yang lazim disebut lahan tusuk sate. Apabila sebuah rumah berada di lahan yang bentuknya tusuk sate dengan jalan, mau tidak mau desain rumah itu harus bisa berhadapan dengan berbagai macam kemungkinan yang timbul dari letaknya. Rumah tusuk sate biasanya lebih sering terkena debu dari kendaraan, lebih sering terkena sorot lampu kendaraan yang lewat, serta gangguan visual lainnya. Posisi lahan ini direspon oleh arsitek dengan menghadirkan deretan kisi-kisi kayu yang berfungsi sebagai dinding ‘layar’ penghalang untuk ruangan dibaliknya. Arsitek justru memanfaatkan lokasi ini sebagai sebuah kelebihan yang diolah dengan menempatkan barrier atau pembatas tadi sebagai elemen arsitektur. Pengolahan elemen pembatas itu justru menjadi daya tarik utama arsitekturnya yang terlihat dari jalan. Kehadiran kisi-kisi ini juga menimbulkan pola bayangan yang dramatis apabila terkena cahaya matahari. Tidak lupa pula pada halaman depan rumah dibuat taman yang asri dan rindang untuk filter Debu.
Desain rumah ini banyak mengeksplorasi material, yang digunakan sebagai aksen memperkaya framework-nya yang modern. Hal ini dengan struktural yang terlihat cukup jelas sebagai ciri arsitektur modern, kemudian diperhalus dengan aksentuasi material yang terkesan alami. Permainan susunan batu-bata yang tidak difinish misalnya, justru menjadikannya material dekoratif. Unsur kayu juga banyak digunakan sebagai kisi-kisi penahan sinar matahari, yang dewasa ini juga cukup populer sebagai elemen dekoratif yang melembutkan arsitektur modern, yang cenderung dingin karena lebih memusatkan perhatian pada elemen strukturalnya.
Dengan adanya permainan material dengan susunan yang punya banyak celah-celah dimana cahaya bisa menembus diantaranya, arsitek cukup menyadarinya sebagai suatu cara untuk bermain dengan cahaya. Pergerakan sinar matahari ternyata bisa dieksplorasi agar menjadi sebuah permainan cahaya yang bisa dinikmati secara berbeda dari waktu ke waktu. Hal ini adalah sesuatu yang cukup magis dalam arsitektur tropis. Elemen-elemen yang punya konotasi ndengan material dari alam seperti batu, kayu dan tanaman, juga eksplorasi agar penggunanya punya suatu memori tentang alam. Pada saat kaki menyentuh batu alam yang dijadikan material tangga, misalnya. Atau saat ada gurat-gurat kayu yang tertempel pada dinding. Penataan ruang di dalam rumah ini juga sangat memperhatikan kondisi lahan yang berkontur. Pada bagian belakang rumah, arsitek memanfaatkan potensi itu untuk mendapatkan penciptaan suasana yang maksimal. Bagian depan dan tengah lahan digunakan sebagai zoning untuk pemilik dan anggota keluarganya, sedangkan bagian belakang yang turun lebih banyak dimanfaatkan sebagai area service. Meskipun lahannya turun di belakang, tapi rumah utama tetap satu level sehingga di area belakang terkesan seperti dua lantai.
Penggunaan atap pelana sebenarnya sudah umum dalam arsitektur Nusantara kita. Namun atap pelana juga bisa dieksplorasi bentukannya menjadi berbeda dari kebanyakan. Bentukan yang merupakan eksplorasi ini juga merupakan bagian dari arsitektur kontemporer, yang penuh dengan keinginan untuk bereksplorasi, baik dari sisi bentuk, ruang maupun susunannya. Pada beberapa sisi kita akan menemukan kesederhanaan yang banyak diaplikasikan dalam arsitektur perumahan, namun disisi lain kita juga menemukan eksplorasi material dan bentuk sebagai kompensasi dari kesederhanaan strukturalnya.
by :
Studio | : | SATUVISTA ARCHITECT Jl.Kalimasada III No. 1 |
: | satuvista_architect | |
: | 08113600919 | |
: | armudya indra I satuvista ar | |
: | satuvista@yahoo.co.id | |
Website | : | http://satuvista.com |