RUMAH AMOGHA
Arsitek | : | A. Indra Permana, IAI A. Bima Satya |
Lokasi | : | Permata Jingga, Kota Malang |
Luas Lahan | : | 135 m² |
Luas Bangunan | : | 140 m² |
Fotografer | : | Muhammad Chottob W., IAI |
Merancang sebuah rumah di perumahan, mempunyai proses yang sedikit berbeda dari merancang rumah tinggal untuk Individual. Hal ini karena merancang rumah di perumahan biasanya sudah terbatasi oleh faktor ekonomi maupun gambaran keseluruhan, yang ingin dicapai oleh developer. Meskipun demikian untuk proyek perumahan tertentu, terutama yang diharapkan melanjutkan reputasi yang dimiliki perumahan dan developer tertentu, biasanya memberikan lebih banyak kebebasan berekspresi bagi arsiteknya. Demikian juga yang terjadi pada desain rumah ini. Requirement yang diberikan oleh developer sebenarnya cukup konvensional, yang menyangkut desain rumah dengan jenis arsitektur yang mudah diterima masyarakat. Hal ini sudah lumrah, mengingat biasanya pengembangan perumahan selalu berdasarkan minat masyarakat. Meskipun minat masyarakat sendiri sudah banyak dipengaruhi oleh jargon-jargon arsitektural populer yang justru banyak diusung oleh banyak developer.
Bagi sang arsitek rupanya ini menjadi sebuah tantangan tersendiri, untuk meyakinkan developer bahwa desain rumah yang ‘lebih bernilai arsitektural’ dan tidak sekedar tren, bisa menjadi suatu nilai tambah bagi perumahan itu sendiri.
Sejak desain rumah ini diajukan oleh arsitek, pengembang sempat berpikir ulang untuk mengaplikasikan desain, agar lebih sesuai dengan ‘iklim marketing’. Bagaimanapun juga pada akhirnya terdapat tahap uji coba desain rumah ini untuk dibangun dan menjadi sebuah tes pasar. Hasilnya ternyata di luar dugaan disukai oleh banyak calon pembeli. Rumah dengan desain berbeda ini justru menjadi nilai tambah. Hal ini menunjukkan bahwa eksperimen berarsitektur ternyata tidak harus terkungkung oleh kebijakan developer.
Hal ini tentunya juga didasari oleh desain yang sepertinya cenderung non-konvensional, tetapi menyerap dengan baik energi desain yang lebih kontemporer. Massa bangunan yang seakan terdiri dari beberapa kotak yang sengaja disusun, punya satu bagian atap yang berbentuk lancip. Unsur modern yang biasanya selalu terasa di setiap desain hunian, dicoba digabungkan dengan muatan lokal budaya Indonesia.
Batik, yang merupakan salah satu produk budaya Indonesia dipilih sebagai elemen aksen arsitektural, untuk diterapkan dalam desain hunian ini. Terbatasnya ukuran kavling juga merupakan tantangan, yang memunculkan satu tatanan desain denah yang fungsional dan kompak. Untuk mengatasi kesan ruang dan ukuran yang terbatas tersebut, hampir di setiap ruang dilengkapi dengan bukaan yang lebar, sehingga mengurangi kesan sekat dan sempit. Selain itu dengan bukaan kaca yang lebar, dapat menyatukan suasana ruang luar dan ruang dalam, serta menghadirkan pencahayaan alami yang cukup.
Lantai 1 lebih banyak digunakan untuk ruang- ruang yang digunakan bersama. Ruang tamu sengaja diatur menjadi ruang yang agak terpisah dari ruang lainnya. Hal ini memberikan privasi yang lebih bagi ruang tamu, sekaligus membuka pandangan yang lebar ke arah taman belakang. Lantai 2 lebih banyak digunakan sebagai tempat beristirahat atau kamar-kamar tidur.Elemen eksterior lebih menitikberatkan pada bentuk geometris yang jelas, dilengkapi dengan elemen dekoratif. Penggunaan elemen dekoratif berupa batik ini, dimunculkan sebagai secondary skin. Dengan cara ini elemen dekoratif juga berfungsi lebih menyaring panas dari luar yang diletakkan pada lantai 2.
by :
Studio | : | CV. SATUVISTA ARCHITECT |
Alamat | : | Jl. Kalimasada III No. 1 |
No. Telpon | : | 08113600919 |
: | armudya indra I satuvista ar | |
: | @a_indra_permana I @satuvista_architect_std | |
: | satuvista@yahoo.co.id | |
Website | : | www.satuvista.com |
Sumber : Buku 25 Karya Arsitek IAI Malang, Penulis : Probo Hindarto